Chitika

Saturday 20 August 2011

Eki Lamoh


28 January 2010


Namanya mungkin kurang familiar di telinga musisi muda generasi pendengar Avenged Sevenfold. Namun sesungguhnya musisi terutama vokalis band yang memproklamirkan dirinya sebagai penyanyi cadas di Indonesia haruslah mengenal sosok yang satu ini.

Eki Lamoh dilahirkan dengan nama Alexander Theodore (Lahir di Jakarta, 13 Juli 1961) adalah seorang penyanyi rock solo dan mantan vokalis grup Rock Edane dan Elpamas. Nama Eki adalah kependekan dari penggilan keluarga yang biasa memanggilnya Leki (panggilan sayang keluarga, kependekan dari Alexander). Sedangkan Lamoh , adalah marga dari leluhur Eki yang berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara. Karena sewaktu Eki masih berusia dua tahunan yang baru belajar bicara dan belum bisa menyebut Leki, maka hanya Eki yang terucap dari mulut kecil yang masih cadel itu. Hingga sekarang, orang biasa mengenal dan memanggilnya dengan nama, Eki Lamoh. (dikutip dari website ekilamoh.com).

Sungguh, sepanjang sejarah saya mewawancarai musisi, pengalaman mewawancara Eki Lamoh adalah sebuah pengalaman atau lebih tepat disebut petualangan yang paling menarik. Bagaimana tidak, untuk menuju rumahnya yang berada di kawasan Imogiri, Bantul, Propinsi DI Yogyakarta, saja butuh mental baja karena letak rumahnya yang sangat sulit diakses. Orang Betawi bilang, tempat jin buang anak. Namun sebagai seorang seniman, Eki memiliki alasan kuat mengenai pemilihan rumah tinggalnya kini. Alasan mengenai cara menikmati hidup yang sesungguhnya diungkapkan menjadi salah satu faktor utama mengapa ia meninggalkan hingar bingar ibukota Jakarta yang selama ini telah menjadi tanah kelahirannya.

Well, langsung saja kita simak wawancara saya dengan Eki.


Interview & Foto : Diaz Muhammad Ramadhan



Umur berapa mulai main band?
Masih anak-anak saya udah ngeband. SD saya udah mulai belajar dalam arti udah mulai sama temen-temen di luar. SMP udah ngeband.

Musik genre apa yang dulu dimainkan?
Classic rock ya. Zaman saya dulu kan classic rock, nggak ada yang lain. Deep Purple, Led Zeppelin, blues. Nggak ada pop rock kayak sekarang. Pop nya juga The Beatles. Kalo The Beatles kan warisan dari kakak2 saya. Ketika saya lahir saya udah denger The Beatles, tahun 61, 62, kakak saya kan dengernya The Beatles zaman itu, jadi mau gak mau udah akrab. Ibu saya sendiri musiknya kan blues, bluesnya juga blues kulit hitam. Ibu saya kan kelahiran Jerman, jadi usia 5 tahun dia sudah senang blues sama jazz di Jerman. Dia memang orang Jerman asli. Jadi di Jerman pada waktu itu lagi musim invasi dari kulit hitam. Kakak-kakaknya ibu saya itu sedang belajar dansanya kulit hitam, jadi ibu saya kebagian jadi tukang muterin platnya gramaphone, kakak-kakaknya yang belajar nari. Nama dansanya Charleston. Kalo ditanya blueser-blueser sini nggak ngerti mereka karena tidak dalam, kalo saya bisa. Saya berani jamin mereka tidak tahu Charlston itu dansanya seperti apa, kalau saya dansanya pun saya bisa karena Ibu saya yang ajarin. Ibu saya hanya mengajarkan saya musik kulit hitam, tidak ada musik yang lain. Bahkan saya udah kenal musik kulit hitam dari masih di perut ibu saya, blues terutama ya.

Jadi hal itu sangat membentuk kemampuan vokal Eki Lamoh ya?
Saya ya, sangat sangat. Ya musiknya ibu saya, teknik vokal saya, terus juga semua ledakan-ledakan yang terjadi dari vokal saya itu dari sana. Tapi waktu itu nenek saya tidak suka. Kalau saya didepan nenek saya nyanyi, dia suka bilang gini, "Leki bagus sekali suaramu, teruskan menyanyi, tapi kau jangan menyanyi seperti ibu dan ayah kamu, itu musik budak, belum diterima di kalangan elit dan di masyarakat juga sulit disini untuk cari uang." Dan ternyata memang benar, sekian puluh tahun lho, hampir 40 tahun lalu dia bicara itu, sampai sekarang pun belum bisa cari uang (dari musik blues). Tapi sekarang udah lumayan blues, kalo hawaian malah udah mau mati.

Band pertamanya dulu apa?
Justru band pertama saya itu saya main vokal grup waktu SMP, main band itu ya nggak ada namanya. Band apaan dulu ya di Cisarua dulu zaman SMP kelas 1.

Kalau rekaman pertama kali kapan?
Saya pertamakali rekaman tahun 1977 kalo gak salah, kalo menurut Yayuk Suseno (bintang film). Itu solo album. Jadi Yayuk itu punya lagu yang dia nyanyikan sendiri. Dulu kita mencoba untuk bikin kompilasi, tapi yang bikin musiknya Tommy WS. Dia juara lomba cipta lagu remaja ke-2 Prambors. Dia sahabat saya, juga saya anggap guru saya untuk mencipta lagu. Dia yang pegang musiknya, lalu kalo gak salah ditawarin ke om Amin Musica. Tapi nggak mau, karena berat musik saya dulu. Sampai sekarang juga masih tetep berat. Slow rock tapi progressive seperti Emerson, Lake & Palmer, kayak Yes gitu sampe rekamannya terhenti. Trus dicoba diterusin lagi rekamannya sama Leo Fiolle, om nya Njet Flower. Lalu diterusin lagi sama Jul, kakaknya Njet, eh gak diterusin lagi karena produser nggak mau. Karena tahun 1978 produser mintanya lagu kayak Ebiet. Ya, akhirnya terus kita rekaman di Musica terus di Tala Studio, punya keluarga Hari Darsono perancang. Terus tahun 80an nggak bisa saya masuk ke dunia rekaman karena pop menguasai di era itu. Sangat nggak bisa. Semua pop, semua harus.... Betharia Sonatha apalagi... wuh.... ponakan saya yang nyanyi pop aja udah keluar 3 album. Dulu dia cukup terkenal sempet laku albumnya.

Akhirnya saya hidup di lingkungan orang2 yang mengharuskan saya mengikuti jenis mereka itu. Ya terlempar donk saya karena memang bukan tempatnya disitu. Tapi baru-baru akhirnya rekaman lagi tahun 87 sama Eki Sukarno keluarnya 88, lalu sama Erwin Badudu sama Dedi Dukun, tahun segitu juga. Trus baru tahun 88 akhir saya bikin Edane itu. Saya tadinya ngajuin ke Yockie Suryoprayogo, Yockie nganjurin ke Jimmy Doto. Jimmy Doto bikin album solo, musiknya waktu itu yang bikin Eet, tapi akhirnya jadi Edane itu.

Apakah dulu memang mau bikin musik sekeras itu?
Ya jadinya memang begitu karena kita seusia, pengetahuan gak jauh berbeda, energinya terkumpul baik. Waktu itu secara musikalitas kita memang sangat cocok. Hanya saja memang ada orang2 di luar yang mau ikut ambil bagian di album itu akhirnya bikin kacau ada juga. Sayang Edane jadi pecah, padahal ya nggak ada apa2 juga. Banyak yang ingin masuk ke situ dan ingin dapat posisi seperti saya disitu kan gak mungkin. Akhirnya ya alasannya dibuat2, Eki begini Eki begitu, karena dia harus dapat pengakuan yang baik dari orang kan, tapi saya diam saja. Buat saya yang terpenting saya diam aja. Tapi tembus-tembusnya musik hard rock pertama kali kan pas Edane itu. Paling God Bless, mereka main rock ya, tapi bukan hard rock n roll.

Jadi dulu mas Eki cuma satu album saja sama Edane?
Edane itu satu album, yang lainnya nggak saya anggap Edane. Lalu saya bikin juga sama Elpamas. Selidik-selidik, lagu blues bahasa Inggris di album Elpamas itu lagu blues bahasa Inggris pertama yang ada di Indonesia. Saya bikin lagu blues itu sudah lama dari zaman Edane, tapi liriknya bahasa Indonesia, tapi enaknya nggak bisa dapet. Lalu pas Elpamas rekaman, saya coba ajuin, tapi saya bilang nih liriknya mesti bahasa Inggris, saya malu ngasih yang bahasa Indonesia, karena nggak enak gitu kayaknya.

Mas Eki bukan orang pertama yang bilang kalo blues itu nggak enak kalo pake bahasa Indonesia
Nggak! Sebenernya bisa enak, ternyata bisa, trust me, ternyata sangat bisa enak setelah saya mengalami proses. If you know how to use it. Saya berani ngadu, dalam arti orang2 yang ngomong2 blues itu, suruh nyanyiin salah satu lagu Indonesia suruh jadiin lagu blues. Gih, siapa aja yang sok ngeblues2. Mereka nggak yakin untuk itu, coba mereka yakin, bawain. Boleh mereka rubah aransemennya otomatis jadi blues gitu. Cari aja lagunya Gesang keq, Mansyur S keq. Kalo saya jelas bisa. Ada banyak lagu Indonesia yang boleh dikatakan kategori tradisional bisa jadi blues enak, enak banget buat saya.



Kan Blues itu ada banyak jenisnya (berdasarkan regional) ada Chicago, Texas, dan lain-lain.
Kalo Blues Itu sendiri hanya ada dua jenis, Mayor dan Minor. Saya lebih ke hitam, black blues. Saya blues putihnya itu justru ke Inggris.

Dari kecil suka dinina-bobokin pake lagu blues atau gimana?
Nggak, keluarga saya nggak perlu nina bobok, kadang2 lagi tidur aja kebangun gara2 suara musik keras. Semua keluarga saya senang musik. Dulu kan saya suka kayak orang Indonesia lain, kalo nyanyi Led Zepplin harus dipersis-persisin plek. Kalo nggak persis dibilang salah. Saya nyanyi di rumah begitu malah dimarahin sama Ibu saya. "Kampungan kamu, Kamu pikir kamu bagus nyanyi mirip-mirip sama orang itu, kamu kan bukan orang itu, jadi diri sendiri donk, kamu kulitnya item, Robert Plant putih, kau kan bukan Robert Plant, udahlah jadi diri sendiri aja jangan jadi orang lain.", digituin sama ibu saya. Akhirnya disitu mulai saya berubah betul, nyanyi Since I've Been Loving You banyak lick yang saya rubah. Ibu saya ngebimbing saya, kalau di bagian ini jangan dirubah, kalo bisa disini baru kau rubah, nah yang bagian ini bisa dirubah seperti ini. Guru saya itu cuma ibu saya, toh tidak ada yang ngajarin blues di Indonesia.

Bahkan sampai sekarang tidak ada yang ngajarin blues di Indonesia?
Siapa? yang kagak-kagak aja. Blues kakolong ada hehe... Itu istilah orang Bandung ada lagu Blues Kakolong Bapa satar Bulenong.

Bagaimana pendapat mas Eki tentang acara Ina Blues di Jakarta kemarin?
Saya nggak nonton, bagaimana saya bisa berpendapat.

Sebagai blueser koq nggak nonton?
Ngapain jauh. Suruh mereka aja yang dateng kesini main di depan situ. Itu juga belum tentu saya tonton.

Siapa musisi Indonesia yang bluesnya cukup oke?
Haha, banyak, tapi banyak yang nggak terkenal. Dulu ada Jerry Swisa (alm) tapi sudah tidak ada. Ada juga yang main jazz namanya om Edi Karamoy tapi main bluesnya juga enak, karena dia main jazz. Jopie Item, enak main bluesnya. Banyak justru musisi-musisi tua yang enak main bluesnya. Alm.Paultje Endoh ( Cockpit), Emand Saleh (Abadi Susman Band) enak lho main bluesnya, jangan main-main. Kamu kan nggak tau orangnya yang mana. Itu kamu belum lahir, saya belum lahir, dia udah main blues haha....

Kalo yang muda-muda siapa?
Kalo yang muda Rama (Satria Claproth). Kalo Rama dia kalo gitar sudah terbentuk dari 'nol' nya dia main blues. Walaupun saya lihat dia banyak salah pilih guru, tapi saya nggak perlu disebutlah orangnya. Tapi karena kesungguhan orangtuanya juga untuk memberikan kesempatan ke anaknya.... Rama itu jujur main bluesnya, walau awal-awal dia emosional, ya biasa itu. Tapi untuk blues dia lebih jujur... Ya, He's blues. Sebenarnya kalo untuk keyboard saya suka adiknya Rama, Arya (Satria Claproth). Cuma anak itu tidak percaya diri, aneh sekali. Kalo untuk nyanyi ya masih belum ada ya yang bagus. Saya juga bingung orang bisa senang sama Gugun itu darimana bagusnya. Tapi ya sudahlah kalo menurut orang lain bagus biasa aja saya juga. Tapi saya lebih mengharapkan Rama, bukan karena saya ada hubungan pribadi dekat dengan dia atau keluarganya, tapi karena anak itu mau belajar. Memang kehidupannya agak lebih nikmat, nyaman, bahwa dia tidak terlalu sulit secara ekonomi, mungkin daya juangnya jadi agak kurang. Kalo daya juang untuk ngetop ada tuh anak itu tuh si Gugun itu yang main apa tau tuh. Iya, sampai ke luar negeri tuh anak itu, walaupun ya sebenernya dalemnya pop ya Gugun. Pop cuma nyari tempat kosong aja gitu, blues, sama sekali dalemnya nggak blues, dia pop. Cuma orang luar negeri kan menghargai, dan akses dia untuk sampai kesana kan ada. Ya orang luar negeri mungkin ngira memang bluesernya Indonesia itu dia. Banyak koq pemain blues yang bagus, dulu ada banyak pemain bass yang bisa enak main blues, yang tua-tua justru, kalo disebutin juga nggak terkenal, percuma.

Sebutin 3 aja yang masih cukup eksis sekarang.
Yoyok Fender(Yoyok Bassman) enak main bluesnya. Karena memang dia sama saya dulu main blues terus tiap hari. Donny Gagola (Donny Fattah) God Bless ya udah pasti. Ruddy Gagola juga enak itu. Sebenarnya banyak, anak-anak Bandung juga katanya sekarang banyak, cuma saya juga nggak banyak tau karena saya nggak banyak beredar, cuma lihat sekilas dari internet. Yang terpenting orang mau belajar dan belajar teruslah. Jangan seperti era-era masa lalu, Cockpit harus Genesis harus persis. Be Yourself lah. Coba bikin album sendiri. Itu si Gugun dengan begitu aja kan udah bisa bikin album sendiri tuh. Berani bikin album sendiri, ya walaupun potong sini potong situ ya jadi juga album itu. Ya mungkin bagus menurut orang, tapi saya tidak tahu, karena buat saya blues itu nggak usah pake ngebohongin orang main funk atau dengan chord yang sok di jazz-jazzin trus gaya nyanyinya mau ikut-ikutan orang, nggak punya nuansa sendiri ya kalo saya sih males. Rama biar nyanyinya keliatan kayak "aarrrghhh" (sambil mengeluarkan suara kasar) gitu tapi itu gayanya dia sendiri tuh, nggak ada yang lain nyanyi kayak gitu tuh. Walaupun saya kadang sebel liat Rama kayak gitu, tapi it his own style, saya nggak bisa bilang apa-apa. Saya cuma takut lehernya apa nggak sakit ya, saya selalu bilang gitu. Saya suruh dia nyanyi pake suaranya yang biasa, dia nggak mau, padahal suaranya bagus banget menurut saya. Tapi dia maunya begitu nyanyinya, so what, itu hak dia kan, jadi ada warna lagi kan. Ada Alfa de Fretes mertuanya Rama itu bagus main bluesnya. Yang penting orang mau belajar blues, jangan sentimen aja, baca juga bukunya Blues People, bukunya juga baca jangan cuma musiknya aja. Lalu lihat dictionary, afro-amerika, baca sastra, sejarah, ternyata orang Jawa itu banyak juga pengaruhnya di New York, dibawa sama Belanda, New Amsterdam kan dulu namanya.

Apa pendapat anda soal klaim Budaya Indonesia oleh Malaysia?
Kan begini, Malaysia itu kan, maaf ini kalo saya pake bahasa kasarnya ngomong gini, itu anjingnya Inggris. Memang sengaja dipake buat ngegoda Indonesia biar ribut. Rebut pulaunya, cari ribut sama Indonesia. Jadi Malaysia ini pion buat cari ribut sama Indonesia. Ntar udah ribut, Indonesia dihajar sama Inggris, Australia, sama Amerika. Emang udah niatnya gitu. Jadi sengaja semua di klaim-klaim biar marah orang Indonesia sama Malaysia. Karena emang nggak mungkin menang Indonesia persenjataannya udah butut banget. Nggak usah perang aja terbang jatuh sendiri pesawatnya. Itu kalo di dalam teori baseball, rumusnya pemikiran orang Amerika itu ada namanya teori mengganggu. Nah itu Malaysia yang dipake untuk bikin Run Down. Nah Indonesia kepancing gak sama Malaysia nih, kalo kepancing, Malaysia Run Down. Tapi Inggris sama Amerika masuk. Gitu doank, simple. Kenalin budaya berpikirnya Amerika, olahraganya apa, musiknya apa. Baru kita tau, oh ini karyanya siapa nih. Kenapa mereka mau masuk kesini? Karena semua ada disini. Tapi orang Indonesia nggak peduli. Iya, manusiawi itu, sejak zaman ribuan tahun lalu manusia sudah begitu. Karena bangsa ini betul2 bangsa yang disayang Tuhan. Tidak ada bangsa yang betul-betul disayang Tuhan seperti disini, as a nation ya. Kalo bicara klaim-klaim itu saya jadi emosi.

Mas Eki pernah manggung di Malaysia?
Nggak, belum pernah sekalipun.

Menurut Mas Eki musik Malaysia sama Indonesia lebih oke mana?
Ya Indonesia donk! Gila kali. Indonesia kemana-mana, jauh, nggak ada lawannya kalo disini. Bicara musik, sastra, nggak dilawan, jauh sama Malaysia, mereka nggak ada seujung-kukunya Indonesia. Lagu kebangsaannya aja itu tuh Buaya Timbul Disangka Mati, Terang Bulan. Zaman saya kecil orang-orang tua pada suka nyanyiin keroncong2 gitu. Saya masih ngalamin karena saya dulu anak betawi ya, jadi saya suka main keroncong juga.

Kenapa mas Eki tidak bikin musik atau lagu kroncong?
Saya bikin keroncong metal di album solo saya, di album Eki Lamoh solo ada lagu Keroncong Anak Jalanan, keroncong heavy metal pertama di Indonesia. Coba aja dengerin. Saya bisa gini karena saya anak betawi juga ya. Anak betawi gak bisa keroncong mah sama aja boong. Kalo bapaknya Alfa sama bapak saya itu tetangga, dari lahir udah tetangaan, jadi dari kecil emang udah main band bareng.

Ok, makasih banyak mas Eki atas interviewnya, kapan-kapan kita sambung lagi ngobrolnya.
Ya, sama-sama.



Eki Lamoh selain sebagai penyanyi, wawasannya seputar politik, sejarah, kebudayaan, dan terutama musik, sangat luas. Selain mempelajari musiknya ia juga gemar mempelajari sejarah yang berhubungan dengan musik itu sendiri. Sebuah sikap yang patut ditiru oleh musisi zaman sekarang.

No comments:

Post a Comment